Penyakit abad 21 Indonesia: 'Wabah Involusi'
Involusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebuah kemerosotan tentang kondisi sesuatu. Involusi sering dikaitkan dengan kemunduran dari suatu perkembangan yang tengah berjalan. Secara sederhananya: 'berhenti berkembang' dan dalam arti ekstrem: menunjukkan sebuah kemerosotan dalam perkembangan itu sendiri.
Mungkin istilah inilah yang paling cocok digunakan dalam perkembangan masyarakat Indonesia saat ini dalam pengembangan pola pikir dan respon terhadap isu - isu SARA. Penurunan kualitas dalam beropini di media sosial yang sering kita lihat. Menjadi fakta tragis dalam pola penyampaian opini masyarakat kita di abad ke 21 ini. Sebuah involusi yang ditunjukkan dengan vulgar tanpa rasa malu. Bahkan dengan bangga diutarkan tanpa berpikir dua kali.
Tentu saja wabah ini bersumber pada suatu 'virus'. Setidaknya ada tiga 'virus' yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab 'Wabah Involusi' di masyarakat. Satu, kebebasan berpendapat di media sosial tanpa batas dan tidak didukung dengan cara berpikir yang jernih. Dua, minimnya pendidikan dalam mengembangkan pola pikir yang benar dan sehat. Tiga, asupan berita yang disajikan oleh media pemberitaan online tidak dipilah dengan benar sehingga dapat dengan mudah menjadi salah satu faktor penyebab 'wabah involusi' yang tengah menjangkit negeri ini. Dan tentu saja dari ketiga faktor di atas saling memiliki relasi satu sama lain dan perannya masing - masing dalam penyebaran 'wabah involusi' di tengah masyarakat kita.
Terlepas dari ketiga faktor tersebut, pesatnya perkembangan teknologi di abad ke 21 memiliki andil yang cukup besar dalam penyebaran wabah ini. Cukup besar sehingga dengan satu ketuk jemari pada layar smart phone , anda bisa mengetahui peristiwa yang sedang terjadi dalam masyarakat. Namun, yang menjadi permasalahan dalam era pemberitaan yang serba instan, serba cepat, dan online ini menjadikan berita tersebut kehilangan makna dan kualitasnya. Kehilangan sumber yang jelas dan relevan. Tak hanya itu berita yang disajikan cenderung berputar di sekitar isu yang tidak menawarkan solusi, namun justru menjadi dalang involusi dalam masyarakat itu sendiri.
Postingan berbau SARA di media sosial pun ikut memperparah keadaan. Mengakibatkan kecenderungan perpecahan bangsa. Seakan menunjukkan bahwa bangsa ini tengah mengalami degradasi moral dan penurunan dalam kualitas berpikir. Bangsa yang dulunya berangkat dari paham nasionalisme dengan menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika sekarang seakan terbelah hanya karena pengaruh segelintir postingan dan berita berbau SARA. Bangsa yang terpecah karena keegoisan berpendapat dan pola pikir yang tidak matang seakan sedang menjalankan praktik divide et impera terhadapa saudara sendiri. Kita yang dahulu dengan tegas menolak penjajahan Belanda atas Indonesia dengan metode serupa justru sekarang secara tidak sadar menerapkan metode tersebut ke diri sendiri. Hanya saja yang menjadi pertanyaan kali ini, ketika sudah terjadi perpecahan siapa yang menjajah dan siapa yang dijajah?