Hari Pers Nasional: Nyalakan Semangat Pers Nasional!
Sumber gambar: jawapos.com
9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden nomor 5 tahun 1985. Keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985 itu adalah salah satu bentuk penuangan dari sejarah perjuangan pers di Indonesia dalam upayanya yang turut melawan penjajahan dan memperjuangkan pembangunan bangsa sebagai amal pancasila.
Sejarah panjang pers di Indonesia tentu saja diwarnai berbagai macam corak dan warna, bahkan tak jarang warna tersebut merupakan warna kelabu yang ditandai dengan ternodainya peran pers di indonesia. Dibungkamnya kebebasan pers yang kerap kali terjadi pada masa orde baru adalah salah satu contoh dari sejarah kelabu yang turut membentuk figur pers di Indonesia saat ini. Terlepas dari sejarah kelam pers di Indonesia pada masa orde baru, sesungguhnya semangat di balik Hari Pers Nasional adalah sebuah semangat sakral dengan tujuan untuk turut membangun bangsa ini dari upaya penjajahan yang mencoba kembali merebut kemerdekaan bangsa yang sedang dibangun oleh para founding fathers kita.
6 Juni 1946 di Yogyakarta, tokoh-tokoh surat kabar dan pers nasional berkumpul untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS). Apa yang kemudian diserukan oleh SPS pada pertemuan itu menjadi semangat berkobar yang kelak akan membantu perjuangan bangsa ini dalam upayanya bersaing dan melawan pers penjajah dan pers asing yang saat itu masih hidup di Indonesia dan berusaha mempertahankan pengaruhnya. SPS menyuarakan agar seluruh pers nasional perlu segera ditata dan dikelola baik dalam segi ide serta komersialnya.
Tak hanya dibentuknya SPS sebagai sebuah perwujudan peran pers yang anti penjajahan, 4 bulan sebelumnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang nantinya menjadi cikal-bakal Hari Pers Nasional telah terlebih dahulu dibentuk pada 9 Februari 1946 dengan tujuan menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan nyala revolusi, dengan mengobori semangat perlawanan seluruh rakyat terhadap bahaya penjajahan, menempa persatuan nasional, untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.
Melihat sejarah panjang perjalanan pers di Indonesia, dapat dengan jelas kita lihat semangat patriotisme dan nasionalis yang berkobar dalam "perang suci" melawan penjajahan. Wartawan era pergerakan tak hanya bekerja sebagai wartawan semata dengan tugas pemberitaan namun juga menyalakan sebuah propaganda perlawanan terhadap pemerintahanan penjajah dalam upayanya untuk membangkitkan semangat nasional bangsa.
Undang-undang nomor 40 tahun 1990 pasal 3 angka 1 tentang Pers dengan jelas mengamanatkan bahwa tugas dan fungsi dari pers nasional adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Sejatinya penuangan fungsi dan tugas pers sepanjang sejarah pers Indonesia dituangkan dan dirampungkan dalam pasal 3 ini. Sebagai media yang memberi informasi, pada kenyataannya jika melihat kebelakang terhadap sejarah pers di Indonesia salah satu tujuan dari adanya pers di Indonesia adalah menerangkan sebuah keadaan dan memberi informasi kepada masyarakat luas sehingga menjadi tahu akan peristiwa yang terjadi. Pendidikan, selaras dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945 dalam pasal 31 bahwa pendidikan adalah hak warga negara. Maka berangkat dari yang diamanatkan dalam konstitusi kita, pers juga seharusnya menjalankan fungsinya sebagai salah satu alat untuk mengedukasi rakyat. Hiburan, tak hanya bertujuan memberi informasi dan mendidik, pers juga memiliki peran penting dalam memberikan hiburan kepada seluruh lapisan masyarakat. Kontrol sosial, sebagai fungsi yang terakhir namun tidak kurang pentingnya seharusnya menjadi salah satu fokus utama dari pers untuk turut memajukan bangsa ini.
Berangkat dari sejarah perjalanan pers di Indonesia yang berliku-liku dengan segala corak warnanya, perkembangan pers di Indonesia hari ini seakan melenceng dari semangat para patriot pers nasional Indonesia yang menyalakan semangat pers dengan motif yang begitu mulia. Media-media di Indonesia hari ini tidak lagi menjalankan fungsinya sebagaimana mereka telah diamanatkan oleh undang-undang untuk menjalankan suatu tugas yang sakral dan mulia. Kenyataan di lapangan bahwa begitu banyak media-media nasional yang dipergunakan menjadi alat politik sejatinya tidak lagi menunjukkan indepen dan demokrasi dari sebuah media.
Tak hanya itu, penurunan konten-konten pemberitaan yang tidak lagi bertujuan untuk mendidik rakyat, namun demi hiburan dan meraup keuntungan semata seakan telah mengamputasi fungsi pers dari akarnya sendiri. Demi meraih rating yang tinggi, framing media yang sering kali menggiring opini publik ke arah yang tidak netral pun menjadi hal yang tidak terelakan. Bahkan tren berita hoax yang semakin menjadi-jadi seakan telah meraih tempat khusus dalam media kita saat ini.
Oleh karena itu, dalam memperingati Hari Pers Nasional ke 71 ini, adalah tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat Indonesia untuk kembali menyalakan semangat pers para pendahulu kita. Dengan menjadi selektif terhadap penyebaran berita, memilih konten yang berkualitas, dan menjadi pembaca serta penikmat media yang cerdas kita turut dapat memajukan kualitas pers nasional kita.