top of page

52 Tahun Supersemar, Apa Kabarnya?


sumber gambar: google.com


Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang dikenal juga dengan sebutan SUPERSEMAR, merupakan surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Surat perintah tersebut merupakan instruksi yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto yang pada saat itu masih menjabat menjadi seorang Panglima TNI Angkatan Darat untuk mengambil langkah dan tindakan yang diperlukan untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban nasional untuk mengawal jalannya pemerintahan.


Supersemar menyimpan berbagai sejarah yang hingga saat ini masih menjadi pertanyaan bagi banyak orang. Pasalnya, surat perintah 11 Maret yang ditandatangani oleh Soekarno ini sendiri memiliki 2 kontroversi yang diakibatkan oleh adanya 2 naskah Supersemar yang berbeda. 2 naskah berbeda inipun terdaftar dalam lembaga Arsip Nasional Indonesia sehingga masih dipertanyakan keaslian dari keduanya. Adanya 2 arsip yang berbeda pun turut mengakibatkan lahirnya berbagai kontroversi dan isu yang beredar di masyarakat kendati sejarah kelam yang terkandung dibaliknya.


2 Naskah Berbeda


Dalam Arsip Nasional Republik Indonesia terdapat 2 arsip yang berbeda mengenai Supersemar. Naskah pertama yang berasal dari Sekretariat Negara dengan kop surat burung garuda dan ditandatangani atas nama "Sukarno".


sumber gambar: google.com

Sedangkan dalam naskah kedua yang bersumber dari Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat dapat terlihat perbedaan pada pengejaan nama "Sukarno" menjadi "Soekarno". Selain itu juga penjelasan yang jauh lebih pendek pada poin ketiga.

sumber gambar: google.com

Terlepas dari bentuk dan berbagi sumber yang berbeda, beberapa ahli sejarawan mengatakan bahwa kedua naskah tersebut palsu dan tidak otentik, namun ada pula yang mengatakan bahwa hanya salah satu dari keduanya yang asli dan yang lainnya palsu, dan ada yang mengatakan surat yang asli telah dihancurkan demi kepentingan tertentu.


Namun makna yang sesungguhnya perlu disadari dari adanya kedua surat yang berbeda ini adalah bagaimana sejarah yang mengawali pertumbuhan bangsa ini dapat memiliki begitu banyak kontroversi tanpa ada kejelasan yang pasti. Terlebih lagi sejarah masa transisi kekuasaan pemerintah.


Dua surat perintah yang berbeda ini melahirkan berbagai spekulasi dan keterangan yang berbeda-beda dari pihak yang berkepentingan. Di satu sisi ada yang mengatakan bahwa surat tersebut merupakan alat pelimpahan kekuasaan Soekarno kepada Soeharto, ada juga yang mengatakan bahwa surat tersebut sekedar surat instruksi pengamanan terhadap keamanan dan kestabilan nasional serta jalannya negara dan kekuasaan Soekarno. Namun disisi lain ada juga yang berpendapat bahwa surat tersebut ditandatangani oleh Soekarno dalam paksaan anggota TNI yang dikirim oleh Soeharto dalam upaya mengkudeta Soekarno.


Memahami Undang-Undang Yang Berlaku


Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Pasal 33 dengan jelas menyebutkan bahwa "Arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga negara dan kegiatan yang menggunakan sumber dana negara dinyatakan sebagai arsip milik negara" pasal ini secara jelas mengkategorikan bahwa Surat Perintah 11 Maret adalah arsip negara dan adalah milik negara.


Sehingga dalam Bab IX diatur mengenai ketentuan pidana terhadap perbuatan yang dilakukan terhadap arsip negara dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00. Perbuatan pidana tersebut meliputi sengaja memusnahkan dan penguasaan arsip negara demi kepentingan pribadi.


Diaturnya tanggung jawab negara dan ketentuan pidananya dalam UU Kearsipan seharusnya menjadikan pemerintah dapat memahami peran dan tugasnya dalam memverifikasi dan mencari kebenaran yang aktual dari fakta di balik sejarah Supersemar.


Sejarah Yang Tak Berpihak


Sejarah panjang dan penuh misteri yang mengelilingi Supersemar hingga hari ini masih terbengkalai dan tak pernah mendapat jawaban yang pasti akan peristiwa yang terjadi dibaliknya.


Sebuah ungkapan "Sejarah adalah milik para pemenang" seakan melekat erat dengan misteri di balik peristiwa Supersemar. Pejabat yang berkuasa pada masa transisi orde lama ke orde baru seakan mereka yang memiliki kekuasaan untuk menentukan sejarah demi kepentingan mereka.


Pentingnya kebenaran sejarah bagi Indonesia adalah hal yang krusial dalam catatan sejarah bangsa ini di masa yang akan datang. 52 tahun berlalu dan tidak ada kebenaran yang terungkap terhadap peristiwa itu seakan menunjukkan ketakutan Indonesia sebagai sebuah bangsa untuk mengakui kesalahannya.


Pengakuan terhadap sejarah gelap adalah hal yang perlu untuk dilakukan meski pahit sesaat. Kejujuran terhadap peristiwa sejarah adalah yang penting untuk turut mengawal pijakan bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar kedepannya.


Karena dengan adanya pengakuan secara gamblang terhadap sejarah kelam suatu bangsa, kelak akan menjadi sebuah refleksi dan pembelajaran agar tidak lagi terulang kesalahan yang sama.


Meski Supersemar adalah sebuah kenangan peristiwa masa lalu, penting untuk kita memahami sejarah yang begitu banyak tersimpan di baliknya sebagai sebuah bekal untuk turut mengawal langkah bangsa Indonesia.


Tak hanya sebagai sebuah sejarah yang dipahami, Supersemar seharusnya dapat menjadi peringatan kepada para pemimpin sekarang agar tidak membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingannya. Karena meski sejarah dapat dibelokkan, kebenaran tidak dapat dibungkam.


Tentang Kami
Anda beropini? Kami menyuarakan!

Suarakan tulisan anda bersama Panah Kirana. Kirimkan tulisan apa saja ke email kami dan akan kami suarakan di dalam kolom!

*Format: nama, judul, tulisan

Kirim Tulisan
Cari dengan tagar
No tags yet.
Social Media PANAH KIRANA
  • line
  • Instagram Social Icon

Ikuti terus perkembangan kami

bottom of page