top of page

Malapetaka Minyak yang Mengawali Pergerakan Nasional


Pada tahun 1969, terjadi salah satu tumpahan minyak terbesar di bumi. Peristiwa yang disebabkan oleh drilling di Santa Barbara, California tersebut menumpahkan sekitar 3 juta galon minyak mentah dari dasar laut, membunuh ribuan burung laut, ikan dan hewan-hewan laut lainnya, serta merubah warna laut menjadi warna hitam pekat. Ratusan burung camar, species burung yang turun ke laut untuk mencari makan, tidak bisa terbang karena sayap mereka terbungkus minyak. Tidak jarang gelombang laut membawa tubuh hewan-hewan laut seperti lumba-lumba dan singa laut. Tubuh tak bernyawa mereka terbawa arus, berlepotan dengan hitamnya minyak. Kejadian tumpahan minyak tersebut membangkitkan amarah masyarakat – dan mempelopori pergerakan sadar lingkungan modern yang menggagas hari peringatan yang sekarang kita kenal sebagai Hari Bumi.


sumber gambar: Los Angeles Times


Tanggal 22 April 1970 Hari Bumi resmi dirayakan untuk pertama kalinya. Pada hari itu, 20 juta lebih warga Amerika Serikat turun ke jalanan dan melakukan demonstrasi. Mereka memprotes tentang banyaknya kejadian-kejadian kerusakan lingkungan, yang mereka sadari akan menimbulkan dampak hingga generasi-generasi yang mendatang. Mereka berdemo agar lingkungan lebih lagi di perhatikan. Suara mereka terbukti menginspirasi, semakin banyak orang yang turun dalam berbagai aksi sebagai bagian dari perayaan Hari Bumi setiap tahunnya. Sekarang, Hari Bumi tak lagi hanya dirayakan oleh warga Amerika Serikat, melainkan lebih dari 190 negara turut serta merayakannya, termasuk negara Indonesia.


Sayangnya, meskipun setiap tahunnya jumlah orang yang sadar akan lingkungan terus mengalami peningkatan, tidak dapat dipungkiri bahwa mereka kalah jumlah jika di bandingkan dengan orang-orang yang lebih memilih untuk menutup mata. Hal tersebut terutama dapat di lihat di Indonesia, dimana Hari Bumi acap kali di perlakukan seperti formalitas belaka. Masih begitu banyak masyarakat yang tidak peduli dengan keadaan lingkungan. Bahkan, untuk menjaga lingkungan melalui cara yang paling mudah, yaitu dengan membuang sampah pada tempatnya, sepertinya sangat sulit untuk di budayakan.


sumber gambar: Tribunnews.com


Namun, masih terdapat secercah harapan – para aktivis lingkungan tidak akan menyerah begitu saja. Belakangan ini, mulai meningkat popularitas suatu aktivitas bernama plogging. Tren yang berasal dari Swedia ini adalah kegiatan jogging atau lari pagi, namun dengan sedikit twist yang berbeda. Para peserta kegiatan yang dipersenjatai dengan kresek hitam besar memungut dan mengumpulkan sampah-sampah yang mereka temukan di sepanjang rute jogging mereka. Kegiatan yang sarat akan manfaat positif, selain bagi kesehatan para peserta, juga sebagai sarana himbauan menjaga kebersihan lingkungan. Mari kita berharap bahwa melalui kegiatan-kegiatan seperti ini, di Indonesia juga dapat terjadi kebangkitan pergerakan peduli lingkungan yang lebih dari sekedar formalitas, namun benar-benar timbul karena rasa cinta pada planet tempat tinggal kita ini.


Selamat Hari Bumi sedunia!


Tentang Kami
Anda beropini? Kami menyuarakan!

Suarakan tulisan anda bersama Panah Kirana. Kirimkan tulisan apa saja ke email kami dan akan kami suarakan di dalam kolom!

*Format: nama, judul, tulisan

Kirim Tulisan
Cari dengan tagar
No tags yet.
Social Media PANAH KIRANA
  • line
  • Instagram Social Icon

Ikuti terus perkembangan kami

bottom of page