top of page

Pejuang di balik Hari Pendidikan Nasional


Pendidikan sepatutnya tidak hanya menjadi hak golongan tertentu – itulah yang diperjuangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, sosok yang sering dikenang sebagai pendiri dari Taman Siswa dan pelopor dari semboyan “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang artinya “di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”. Untuk memperingati jasa-jasa tokoh nasional ini, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959 untuk menetapkan tanggal ulang tahun Ki Hajar Dewantara sebagai Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas.


Lahir sebagai seorang bangsawan di Kadipaten Pakualaman pada tanggal 2 Mei 1889, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat – nama asli dari Ki Hadjar Dewantara – memiliki kesempatan untuk menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS). Pada saat itu, hanya pribumi yang tergolong mampu atau berasal dari keluarga bangsawan yang diperkenankan untuk belajar di ELS. Beliau pun sempat merintis jenjang pendidikan lebih tinggi di Sekolah Dokter Bumiputera atau School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), namun tidak melanjutkan pendidikannya sampai tamat karena sakit. Sebagai seorang yang terdidik, beliau pun masuk ke dalam dunia jurnalisme sebagai seorang penulis dan wartawan di berbagai surat kabar. Soewardi, yang tulisan-tulisannya dikenal memuat semangat antikolonial, sempat ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka akibat tulisan ‘pedas’ nya yang berjudul “Seandainya Aku Seorang Belanda”. Setelah itu, beliau dan kedua rekannya, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, diasingkan ke Belanda.


Terlepas dari segala pergulatan yang dihadapinya, beliau tetap memiliki cita-cita untuk memajukan kaum pribumi melalui pendidikan. Saat diasingkan ke Belanda, beliau mendalami ilmu pendidikan dan memperoleh ijazah demi mewujudkan cita-cita tersebut. Setelah ia kembali ke Indonesia pada September 1919, beliau juga bergabung dalam sekolah binaan saudaranya untuk memperoleh pengalaman mengajar, sebelum mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (Taman Siswa) sekitar tiga tahun setelah itu. Demi lebih mendekatkan diri dengan rakyat, Soewardi melepaskan gelar kebangsawanan di depan namanya dan mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Pada 2 September 1945, beliau diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia yang pertama.


Tahun demi tahun yang telah lewat, dampak dari perjuangan Ki Hadjar Dewantara akan selalu hidup di dalam bangsa Indonesia. Hingga saat ini, bagian dari semboyan ciptaannya ‘tut wuri handayani’ menjadi slogan dari Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia, sedangkan semboyan utuhnya dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia. Lebih dari itu, ketekunan beliau dalam memberikan kesempatan bagi banyak rakyat memperoleh pendidikan lah yang menjadi salah satu alasan mengapa bangsa kita dapat mengalami kemajuan.


Ki Hadjar Dewantara, yang kita peringati dengan perayaan Hardiknas, telah membuka pintu bagi warga Indonesia untuk memajukan diri melalui edukasi, sekaligus memajukan negara. Selain mengenang jasa-jasa mulianya, kita yang telah diberikan akses untuk memperoleh pendidikan berkualitas, haruslah menimba ilmu sebaik-baiknya dan menggunakannya untuk turut membuka lebih banyak pintu bagi rakyat Indonesia, terlepas dari golongan apapun untuk maju bersama-sama. Selamat Hari Pendidikan Nasional!


Tentang Kami
Anda beropini? Kami menyuarakan!

Suarakan tulisan anda bersama Panah Kirana. Kirimkan tulisan apa saja ke email kami dan akan kami suarakan di dalam kolom!

*Format: nama, judul, tulisan

Kirim Tulisan
Cari dengan tagar
No tags yet.
Social Media PANAH KIRANA
  • line
  • Instagram Social Icon

Ikuti terus perkembangan kami

bottom of page