CFD: Demokrasi Yang Tercederai?
sumber: google.com
29 April kemarin, Car Free Day (CFD) DKI Jakarta kembali digelar sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 545 Tahun 2016 tentang Penetapan Lokasi dan Jadwal Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor. Namun CFD DKI Jakarta yang digelar tiap hari Minggu di Jalan Jendral Sudirman hingga Jalan MH. Thamrin minggu lalu menuai beberapa kontroversi.
Pasalnya, kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor tersebut diwarnai dengan kegaduhan yang diakibatkan antar dua kubu relawan politik. Hadirnya dua kubu relawan berbeda dalam kegiatan jalan sehat tersebut adalah kubu pro dan kontra Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali menjabat sebagai presiden di periode berikutnya. Menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, nuansa politik di Indonesia beberapa bulan belakangan memang diwarnai dengan berbagai situasi pro dan kontra dari masyarakat luas hingga kaum elit politik yang turut meramaikan ajang demokratis terbesar di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung.
Berbagai dinamika politik yang terjadi di masyarakat akhirnya melahirkan dua kubu besar dalam menghadapi Pilpres 2019. Kubu kontra Jokowi untuk kembali menjabat sebagai orang nomor satu di Republik Indonesia dengan jargon “2019 Ganti Presiden” dan kubu pro Jokowi agar kembali menjabat dua periode sebagai presiden.
CFD 29 April menjadi ajang kedua kubu untuk saling menjual pandangan politiknya masing-masing. Terlihat Minggu kemarin beberapa relawan gerakan 2019 Ganti Presiden berada di sekitar lokasi Bundaran HI mengenakan pakaian dan pernak-pernik seperti topi yang bertuliskan “#2019GantiPresiden”. Terlihat beberapa relawan juga membagikan topi gratis bertuliskan hal yang sama kepada pengunjung CFD. Selain relawan, beberapa pedagang kaki lima juga ikut meramaikan CFD kemarin dengan berjualan pernak-pernik, baju, topi, pin, hingga stiker bertemakan #2019GantiPresiden.
Kegiatan yang awalnya berlangsung dengan tertib dan tenang kemudian mulai menjadi gaduh saat beberapa oknum sambil mengibaskan uang melakukan intimidasi kepada relawan Jokowi yang menggunakan baju bertuliskan #DiaSibukKerja.
Beredar video viral di media sosial menunjukkan beberapa oknum menggunakan baju #2019GantiPresiden mengerumuni relawan yang mengenakan baju putih bertuliskan #DiaSibukKerja sambil meneriakkan kata-kata mengintimidasi dan mengibaskan uang.
Dalam video yang sedang beredar viral di media sosial menunjukkan seorang ibu dan anak mencoba melewati kerumunan tersebut. Dalam video tersebut terlihat sang anak menangis ketakutan karena intimidasi teriakan dan kibasan uang yang diarahkan kepadanya.
Dengan meningkatnya kesadaran politik di masyarakat sepertinya begitu pula halnya dengan tendensi perpecahan yang terjadi di masyarakat secara horizontal akibat pandangan politik masing-masing pihak.
Melek politik pada dasarnya bukan merupakan sebuah hal yang buruk, justru sebaliknya hal tersebut menunjukkan kualitas berpikir seseorang terutama dalam menyampaikan pandangan politiknya yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Namun tentu saja dalam menyampaikan pandangan politik pribadi selain harus dapat dipertanggungjawabkan juga harus dapat menghargai pandangan politik orang lain. Terutama jika apa yang diutarkan oleh orang lain merupakan ketidaksetujuan terhadap pandangan kita.
Dalam mempersiapkan diri menghadapi kontes demokrasi terbesar di Indonesia pada 2019 mendatang, perlu untuk kita memahami pentingnya menjaga iklim demokrasi di Indonesia agar tetap kondusif. Tentu saja dengan menghargai pandangan politik orang lain agar menghindari konflik akibat gesekan pendapat yang terjadi. Dalam menyampaikan ketidaksetujuan maupun keberatan terhadap pandangan politik orang lain tidak harus dilakukan dengan cara yang tidak hormat apalagi hingga melakukan intimidasi.
Kasus intimidasi CFD yang terjadi pekan kemarin menjadi bukti nyata dari konflik yang disebabkan oleh perbedaan pandangan politik yang disampaikan secara tidak hormat dan tanpa menghargai pihak lain dalam berpendapat. Terlepas dari adanya kepentingan maupun permainan oknum tertentu dalam kasus tersebut, tentu saja menghargai hak orang lain dalam berpendapat merupakan hal yang penting.
Sesuai dengan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 yang menjadi landasan konstitusi kita memberikan hak untuk berpendapat kepada setiap orang. Oleh karena itu demi menjunjung kebebasan berpendapat dalam era demokrasi dewasa ini, penting untuk kita memahami arti kata toleransi dalam berpendapat. Menjadi fanatik terhadap suatu idealisme hingga berakibat anarkis seperti intimidasi yang dilakukan oleh oknum dalam kasus CFD adalah tindakan yang mencederai asas “Bhineka Tunggal Ika” di Indonesia dalam berpolitik. Perbedaan pandangan yang membentuk demokrasi yang sehat adalah kunci dari perkembagan sebuah bangsa ke arah yang lebih baik.