Hari Anti Narkotika Internasional 2018
sumber: google.com
Sebagai ekspresi dari tekad Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam memperkuat aksi dan kerja sama untuk membebaskan masyarakat internasional dari penyalahgunaan narkoba, Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) dilahirkan di tahun 1987 oleh dokumen resolusi United Nations General Assembly, dan diperingati setiap tahun pada tanggal 26 Juni. HANI tidak hanya dijalankan oleh pihak-pihak di PBB, melainkan juga didukung oleh berbagai individu, komunitas, dan organisasi di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan masalah-masalah yang dapat ditimbulkan oleh narkoba.
Melanjutkan pekerjaan dari tahun 2016 dan 2017, tema dari HANI tahun ini merupakan “Listen First – Listening to children and youth is the first step to help them grow healthy and safe”. Berdasarkan sebuah artikel di situs resmi UNODC, masa remaja merupakan periode dimana banyak individu mulai menggunakan narkoba – oleh karena itu, para remaja membutuhkan bimbingan yang baik agar mereka dapat bertumbuh menjadi individu yang sehat dan mampu membangun negaranya.
Menurut hasil penelitian dari Badan Narkotika Nasional dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia di 2017, ada sekitar 1,77 persen atau 3,3 juta penduduk Indonesia yang menyalahgunakan narkoba – ini mengalami peningkatan dari tahun 2016, dimana persentase pnduduk yang menggunakan narkoba berada di 0,6 persen. Dari 3,3 juta tersebut, 792 ribu orang adalah pelajar yang mayoritas berusia 15 hingga 19 tahun. Angka 792 itu pun belum termasuk dengan para pemuda di Indonesia yang tidak terpelajar.
“Untuk pelajar ini, sebanyak 2 dari 100 orang pelajar dan mahasiswa menyalahgunakan narkoba sepanjang 2016, dan kebanyakan pria dengan umur pengguna dari pelajar mayoritas berumur 15-19 tahun,” ucap David Hutapea dari BNN dalam sebuah seminar mengenai narkoba.
Dengan fokus kepada tema HANI yang mengajak masyarakat mendengar dan membimbing para remaja di dalamnya, peranan keluarga dan sekolah anak mereka menjadi bagian penting dalam mengurangi jumlah remaja yang terjerumus kepada narkoba, apalagi secara preventif. Bahkan, sebuah dokumen di situs ‘Listen First’ HANI memaparkan bahwa dengan memperkenalkan parenting skills kepada keluarga-keluarga melalui program-program dan mengajarkan social skills yang baik seperti cara mengontrol emosi dan bergaul dengan benar dari tahap sekolah dasar, 2/3 kasus dari penyalahgunaan narkoba di usia 21 tahun dapat diprevensi.
Relasi baik di dalam keluarga merupakan sesuatu yang penting karena keluarga merupakan lingkaran sosial dimana seorang pemuda bertumbuh secara fisik dan mental, dan biasanya banyak meluangkan waktu bersama. Orang tua di dalam keluarga harus dapat menjadi panutan baik, membuat peraturan-peraturan jelas dan mengamati anak-anak mereka. Namun, selain menjadi figur yang berwibawa dan lebih dewasa, orang tua juga harus tetap aktif mendengarkan dan berusaha melihat hal-hal dari sudut pandang anak-anak mereka, serta mengingat bahwa setiap anak pasti mengalami perubahan ketika bertumbuh. Apabila seorang anak tidak mempunyai hubungan baik dengan orang tua mereka, maka hal tersebut justru dapat membuat mereka beralih kepada narkoba. Orang tua pun dapat mengikuti program-program parenting agar mereka dapat belajar cara membesarkan anak-anak mereka dengan benar, atau melibatkan keluarga mereka dalam family therapy untuk membuat hubungan antar orang tua dan anak menjadi lebih sehat.
Selain dari keluarga, sekolah juga memiliki peranan besar dalam hal ini, karena sekolah merupakan tempat kedua dimana pemuda bertumbuh dan belajar tentang nilai-nilai moral, bergaul dengan benar, dan lain-lain. Oleh karena itu, guru memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam menyampaikan materi pelajaran kepada murid, melainkan juga menjadi pembimbing untuk perkembangan anak-anak yang mereka didik. Sekolah pun dapat menjadi sarana untuk mengedukasi para pemuda tentang narkoba dan mengapa mereka dilarang mengonsumsinya.
Apabila prevensi tidak berhasil, maka keluarga dan sekolah sepatutnya bukan mengucilkan atau menolak anak tersebut dari keluarga, melainkan tetap mendengarkan dan juga memberikan dukungan, termasuk dalam memastikan anak-anak tersebut mendapatkan rehabilitasi. Menurut World Drug Report yang dikeluarkan UNODC tahun lalu, hanya satu dari enam orang di dunia diperkirakan memiliki akses kepada rehabilitasi – ini merupakan masalah yang harus ditanggapi oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk yang memiliki ketergantungan terhadap narkoba.
Seperti apa yang kita sering dengar, anak-anak adalah masa depan bangsa – dalam Hari Anti Narkoba Internasional ini dan keseharian kita yang mendatang, marilah kita terus mendukung perkembangan anak dan bangsa yang bebas narkoba!