Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa
sumber gambar: google.com
PANAH KIRANA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (“PBB”) atau yang secara internasional dikenal sebagai United Nations merupakan salah satu organisasi internasional yang bergerak di dalam perdamaian serta keamanan negara-negara di dunia. Salah satu pemicu terbentuknya PBB merupakan Perang Dunia Kedua yang terjadi antara kubu Sekutu (Allies) dan Poros (Axis Power) yang telah memakan jutaan korban jiwa tentara maupun warga sipil di seluruh dunia dan telah tercatat sebagai konflik antarnegara yang paling mematikan dalam sejarah manusia.
Terbentuknya PBB merupakan suatu gagasan dan harapan bagi negara-negara untuk mencegah terjadinya perang dunia di masa yang akan datang. PBB dibentuk pada tanggal 24 Oktober 1945 di kota San Fransisco, Amerika Serikat oleh 51 negara, termasuk Perancis, Imperium Britania, dan Uni Soviet. Sejak terbentuknya PBB, para negara anggota PBB telah berkomitmen untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia, meningkatkan serta mengeratkan hubungan persahabatan antarnegara, mempromosikan pembangunan sosial, meningkatkan standar kehidupan yang layak, dan hak asasi manusia.
Pada saat masa awal terbentuknya PBB, tepatnya pada tahun 1947, Indonesia belum secara resmi bergabung sebagai negara anggota PBB, melainkan sebagai negara pengamat. Hal ini disebabkan karena pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia yang masih belum dilegitimasi oleh negara-negara di dunia pada saat itu, serta peperangan antara Indonesia dengan Belanda dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada akhirnya, melalui upaya diplomasi yang dilakukan oleh Wakil Tetap Indonesia di PBB pada saat sidang Majelis Umum PBB, Lambertus Nicodemus Palar, Indonesia resmi menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1950. Melalui perwakilan Palar, Indonesia berterima kasih kepada negara-negara anggota PBB dalam mendukung pengakuan serta legitimasi dari kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia.
Namun seiring berjalannya waktu, keanggotaan Indonesia di dalam PBB tidak berjalan begitu mulus. Hal ini dibuktikan dengan mundurnya Indonesia sebagai anggota PBB pada tanggal 7 Januari 1965 yang disebabkan oleh terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Presiden Soekarno saat itu tidak terima atas keputusan PBB tersebut, karena Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan konflik yang dipicu oleh pembentukan Federasi Malaysia yang didukung oleh Imperium Britania, yang dapat mengancam keamanan dan kemerdekaan Indonesia di Kalimantan. Oleh sebab itu, Presiden Soekarno menilai bahwa PBB bersifat tidak adil dengan menunjuk Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dan merasa bahwa PBB lebih mendukung Malaysia, padahal pembentukan Federasi Malaysia dinilai sebagai bentuk imperialisme oleh Presiden Soekarno, yang seharusnya ditentang oleh PBB karena bertentangan dengan perjanjian Manilla, diplomasi, dan juga asas-asas kemanusiaan yang berlaku. Namun, berpisahnya Indonesia dari keanggotaan PBB tidak berjalan lama. Setelah Konfrontasi Indonesia-Malaysia berakhir melalui Perjanjian Perdamaian pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia akhirnya kembali menjadi anggota PBB tepatnya satu bulan setelah konfrontasi berakhir pada tanggal 19 September 1966.
Terlepas dinamika hubungan antara Indonesia dengan PBB yang tidak selalu berjalan mulus di masa lampau, Indonesia memainkan peran yang cukup signifikan dalam program-program dan aktivitas PBB. Salah satu momen bersejarah adalah diangkatnya Adam Malik, selaku Wakil Presiden Republik Indonesia yang ketiga, sebagai Presiden Majelis Umum PBB pada tahun 1971. Indonesia juga telah terpilih sebanyak empat kali sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Di dalam Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, Indonesia juga menjadi anggota sebanyak sebelas kali periode, dan telah dipilih dua kali sebagai Presiden Dewan Ekonomi dan Sosial PBB. Selain Dewan Ekonomi dan Sosial, Indonesia juga pernah menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB di dalam tiga periode dan ditunjuk sebagai Wakil Presiden Dewan Hak Asasi Manusia pada periode tahun 2009-2010.
Di dalam aspek kemiliteran, Indonesia pernah mengirimkan pasukan perdamaian sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1957 saat perang Arab-Israel, tahun 1960 saat perang saudara di Kongo, tahun 1993 di Bosnia, dan tahun 2010 di Lebanon Selatan. Indonesia juga pernah membantu penyelesaian konflik yang terjadi di Kamboja pada tahun 1989. Dalam aspek kemanusiaan, Indonesia juga telah membantu Etiophia dengan mengirimkan bantuan pangan berupa beras pada tahun 1984, serta membantu dan menampung para pengungsi yang berasal dari Vietnam pada tahun 1995. Di dalam aspek politik dan diplomasi, Indonesia sebagai negara anggota PBB, juga merupakan negara yang memprakarsai ASEAN dan gerakan Non-Blok.
Banyaknya prestasi serta kepercayaan yang telah diraih oleh Indonesia di dalam keanggotannya bersama PBB telah menunjukkan dan membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang berdaulat, progresif, dan kompetitif di kancah internasional. Pencetusan, gagasan, serta beragam bantuan yang telah diberikan oleh Indonesia kepada PBB harus selayaknya dipandang sebagai prestasi dan motivasi bagi bangsa Indonesia untuk semakin maju dan bersatu. Pentingnya persatuan serta keharmonisan masyarakat, pemerintah, dan semua pihak dalam kehidupan bernegara merupakan faktor penentu bagi kemajuan bangsa, sebab persatuan merupakan hal yang sangat krusial dan ditegaskan oleh para pendiri bangsa Indonesia.